Selamat Datang

Lingkungan Tropis adalah majalah ilmiah dalam bidang lingkungan dan telah terakreditasi LIPI. Silakan berpendapat dan saling tukar pikiran dalam forum ini demi peningkatan prestasi dalam menjaga kelestarian alam bumi pertiwi.

Monday, May 3, 2010

FORAMINIFERA; MEIOBENTIK PENCIRI LINGKUNGAN

Foraminifera adalah organisme satu sel yang sudah memiliki kemampuan untuk membangun cangkang kalsit dengan arsitektur yang rumit. Amoeba adalah kerabat dekat foraminifera yang belum memiliki cangkang sebagai pelindung protoplasmanya. Cangkang foraminifera terutama yang hidup sebagai organism bentik sangatlah menakjubkan, dengan ukuran berkisar antara 5 μ hingga beberapa sentimeter. Jenis-jenis bentik memiliki bentuk cangkang yang rumit, namun ratusan variasi morfologi cangkang tersebut berkembang dari 5 bentuk dasar. Dari kelima bentuk dasar tersebut berkembang berbagai modifikasi model susunan kamar maupun susunan pelapisan struktur dinding cangkang menjadi cangkang dengan arsitektur yang lebih kompleks. Berdasarkan tipe dinding cangkang, foraminifera dapat dibagi menjadi 3, yaitu cangkang pasiran (arenaceous), gampingan tanpa pori (porcelaneous) dan gampingan berpori (hyalin). Jenis bercangkang pasiran biasa ditemukan di lingkungan yang ekstim seperti perairan payau atau laut dalam. Disebut pasiran karena kenampakkan permukaan cangkang terlihat kasar seperti taburan gula pasir. Jenis gampingan tanpa pori biasa hidup soliter dengan membenamkan cangkangnya ke dalam sedimen kecuali bagian mulutnya (aperture) yang muncul ke arah permukaan sedimen. Pada cangkang dewasa, kenampakan jenis porcellaneous tampak seperti jambangan porselen dengan bentuk kamar bersegi atau lonjong. Jenis gampingan berpori merupakan jenis yang memiliki variasi bentuk cangkang sangat banyak seperti lampu kristal dengan ornamen rumit, bening dan berkilau. Sebaran foraminifera sangat luas yaitu mulai dari perairan tawar, payau, laut dangkal hingga laut dalam. Berdasarkan cara hidupnya foraminifera dibagi menjadi 2, yaitu foraminifera planktonik dan bentik. Jenis-jenis bentik hidup di lapisan permukaan sedimen hingga kedalaman beberapa puluh sentimeter, sedangkan jenis planktonik hidup mengapung di dalam kolom air. Sebaran jenis bentik sangat luas yakni hampir di seluruh tipe perairan, namun demikian masing-masing tipe perairan dicirikan oleh assemblage (komunitas) yang berbeda. Foraminifera planktonik tersebar luas di laut-laut terbuka dengan kedalam air lebih dari 10 meter. Dengan ukuran mikroskopis, cangkang keras, sebaran geografis dan sebaran geologis luas, taksa ini sangat potensial digunakan sebagai petunjuk kondisi suatu lingkungan, baik pada masa kini maupun masa lalu. Hingga saat ini kalangan ahli geologi masih menggunakan foraminifera sebagai petunjuk lingkungan purba. Foraminifera planktonik biasa digunakan untuk mengetahui umur relative suatu lapisan/batuan. Bolli (1957), Berger & Winterer (1974) dan Berggeren (1972) telah menyusun biokronologi batuan berdasarkan keberadaan foraminifera planktonik penciri. Foraminifera bentik yang hidup di lapisan permukaan sedimen dasar perairan sehingga sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan mikro maupun lingkungan makronya, oleh karena itu jenis-jenis ini digunakan oleh para ahli geologi sebagai penciri lingkungan pengendapan. Yang dimaksud dengan lingkungan pengendapan oleh para ahli geologi adalah tipe perairan, sebagai contoh perairan payau, laut dangkal, laut dalam, abisal, batial dlsb. Penggunaan foraminifera secara luas dalam eksplorasi minyak oleh para ahli geologi dimulai sejak paska perang dunia I, saat revolusi industri dimulai, pada saat itu dunia membutuhkan sumber minyak untuk berbagai aktivitas ekonomi. Dengan demikian walaupun foraminifera merupakan organisme hidup, namun perkembangan penelitian foraminifera di berbagai belahan dunia lebih banyak dilakukan oleh para ahli geologi hingga saat ini. Tahun 1955 Bradshaw telah memulai pengamatan foraminifera hidup, dilanjutkan oleh Schnitker pada tahun 1974 dan Hallok (1987). Hallok menemukan hubungan simbiosis antara beberapa jenis foraminifera bentik besar (yang berukuran lebih dari 1 mm) dengan beberapa jenis ganggang bersel tunggal. Dari penemuannya tersebut dapat diketahui bahwa foraminifera bentik berukuran besar yang biasa ditemukan di daerah terumbu karang atau perairan dangkal terbuka memiliki kemandirian dalam memenuhi kebutuhan nitrisinya. Dalam simbiosa tersebut cangkang foraminifera yang transparan berperan sebagai akuarium bagi ganggang bersel satu karena selain menyediakan tempat terlindung dari dinamika air juga menjamin ketersediaan sinar matahari untuk proses fotosintesa. Aspek penelitian yang berhubungan dengan pencemaran saat ini telah berkembang sejalan dengan makin berkembangnya peralatan laboratorium. Alve, Yanko, Debenay, Vilela, telah lama mengamati pengaruh berbagai cemaran terhadap perkembangan foraminifera bentik. Samir, Bijma dan Erez, saat ini tengah mengembangkan teknik bioassay pada foraminifera sebagai organisme uji dengan menggunakan berbagai jenis cemaran dan beberapa perlakuan yang berubungan dengan perubahan iklim seperti kenaikan keasaman dan temperatur air. Samir (2000) menemukan bahwa peningkatan temperatur air akan merubah perputaran kamar pada Ammonia becarrii. Samir dan Din (2001) juga telah menemukan perubahan cangkang pada Ammonia akibat bertambahnya keasaman air yaitu terganggunya pertumbuhan cangkang hingga terhentinya proses kalsifikasi selama perioda tertentu atau terjadi secara permanen. Bijma (1999; 2002) dan Erez (2003) yang telah memfokuskan pengamatan pada respon peningkatan keasaman air pada foraminifera bentik besar dan foraminifera planktonik dan menghasilkan kesimpulan yang sama yakni peningkatan keasaman akan mengurangi bobot cangkang dan mengganggu proses kalsifikasi. (Ricky Rositasari)

No comments:

Post a Comment